"Heroes Movement" Ala Kementerian Kominfo


Jakarta, 10/11 (Seotama) - Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar acara menarik bertema "Heroes Movement" dalam memperingati Hari Pahlawan 10 November 2017.

Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Rosarita Niken Widyastuti bahwa acara yang digelar dua hari pada tanggal 10 dan 11 November 2017 itu diharapkan bisa memotivasi anak muda untuk meningkatkan semangat kepahlawanan.

Kegiatan ini menarik perhatian publik dan sangat layak dipuji karena dapat mereaktualisasi nilai-nilai kepahlawanan dalam konteks kekinian atau yang kerap ditangkap publik sebagai acara yang akrab dengan generasi "#KidsZamanNow" kaum millenial.

Apalagi peringatan Hari Pahlawan dilatarbelakangi oleh keberanian para pemuda dan pemudi Surabaya, atau dikenal dengan arek-arek Suroboyo, bersama para tentara dan milisi Indonesia prokemerdekaan, dalam pertempuran di kota itu pada 10 November 1945 untuk mengusir tentara Belanda dan Inggris Raya yang ingin menancapkan kembali penjajahan mereka di Indonesia, meskipun Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945.

Generasi millenial atau generasi Y yang dipakai untuk menunjuk generasi muda masa kini dan generasi pascamillenial atau generasi Z yang ditujukan pada generasi baru yang segera tumbuh ini memang sangat perlu untuk diberikan pemahaman mengenai latar belakang peringatan Hari Pahlawan.

Semangat kepahlawanan yang gagah berani dan rela berkorban, berkobar dari Surabaya tatkala Belanda mengibarkan benderanya berwarna merah, putih, dan biru di atas Hotel Yamato (pada zaman kolonial Belanda disebut Hotel Oranye, dan kini Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan, Surabaya.

Pengibaran bendera Belanda itu bertentangan dengan seruan pemerintah Republik Indonesia pada 31 Agustus 1945 agar Bendera Sang Saka Merah Putih dikibarkan di seluruh Tanah Air.

Setelah berunding yang berujung pada pertempuran itu akhirnya arek-arek Suroboyo berhasil merobek warna biru dan mengibarkan kembali menjadi bendera Merah Putih. Sejak itu terjadi serangkaian insiden bahkan pertempuran hingga mengakibatkan pemimpin tentara Inggris Brigadir Jenderal Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia di sekitar Jembatan Merah Surabaya.

Pasukan sekutu Belanda dan Inggris kemudian mengultimatum tentara rakyat dan milisi Indonesia di Surabaya untuk menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan dengan menyerahkan diri pada 10 November 1945. Namun arek-arek pejuang justru gigih melawan. Kalangan pemuda, mahasiswa, bahkan pelajar serta santri-santri bersatu padu bersama rakat memerangi bangsa penjajah. Terjadilah pertempuran dahsyat pada 10 November 1945 yang menelan ribuan korban jiwa rakyat Indonesia.

Bung Tomo atau Sutomo, salah seorang pemimpin pejuang dalam pertempuran Surabaya itu sempat berpidato membakar semangat juang arek-arek Suroboyo dan pemuda Indonesia saat itu untuk gigih melawan bangsa kolonial. Pertempuran di Surabaya itu menjadi momentum bagi perlawanan serentak seluruh rakyat Indonesia di seluruh daerah untuk mengusir bangsa penjajah. Peristiwa pertempuran 10 November 1945 itu dikenang sebagai Hari Pahlawan hingga sekarang.

Semangat dan pengorbanan yang dilakukan para pahlawan demi mempertahankan kemerdekaan yang telah berhasil direbut pada 17 Agustus 1945 dari bangsa kolonial adalah sungguh luar biasa.

Kepentingan bangsa Adalah menarik salah satu hal yang disampaikan Rosarita Niken Widyastuti saat Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 bertema "Pahlawan Kekinian, Mengabdi dan Berkarya untuk Negeri" dalam rangkaian memperingati Hari Pahlawan bahwa apa yang dilakukan para pahlawan memiliki tujuan akhir untuk kepentingan bangsa dan negara.

Nah, apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan itu kini menjadi tugas generasi muda yakni bagaimana memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, sesuai tema Hari Pahlawan 2017 yakni "Perkokoh Persatuan untuk Membangun Negeri".

Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, sebagaimana juga disampaikan oleh Niken, berlangsung sangat dinamis. Salah satunya akibat banyaknya beredarnya informasi di media sosial yang berisi hasutan, pemutarbalikan fakta, hoax, dan sebagainya. Jika kondisi yang kontra persatuan terus dibiarkan, maka bisa mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara. Semua elemen bangsa harus betul-betul bisa memanfaatkan media sosial untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Generasi muda dapat meneladani pahlawan dengan melihat rekam jejak mereka sebagai inspirasi dan motivasi untuk lebih banyak berkiprah.

Terkait acara "Heroes Movement" di panggung di salah satu pusat perbelanjaan terkenal di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, ditampilkan beragam pertunjukan seperti dialog interaktif, pameran komunitas, pemutaran film pahlawan, dan konvoi motor gede dari MBC.

Sejumlah film pahlawan yang diputar pada acara yang dibuka resmi oleh Menkominfo Rudiantara itu antara lain film berjudul "Jenderal Sudirman", "Sukarno", dan "Kartini". Grup band seperti The Vuje dan penyanyi Saykoji juga memeriahkan acara dengan pertunjukan musik Sementara pameran komunitas yang ditampilkan antara lain dari Kemkominfo melalui Indonesiabaik.id, Mafindo (Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia), Ajarin (Alumni 1000 Startup Digital) Komunitas Bambu, Blogger Jakarta, Indonesia Mengajar, Komunitas Historia Indonesia, dan Komunitas Cinta Pejuang Indonesia. Ada pula anjungan untuk berfoto bersama.

Dengan menampilkan tanda pagar pada beragam media sosial seperti tanda pagar (#)horoesmovementid, #harwan2017kominfo, #pahlawanku, #kominfo, #haripahlawan, dan sebagainya, Kementerian Kominfo tampaknya ingin memviralkan kemeriahan memperingati Hari Pahlawan menjadi semangat kepahlawanan pada generasi muda.

Sebagaimana diakui oleh Niken bahwa pihaknya ingin menyasar generasi muda millenial sehingga pemilihan acara Heroes Movement dipilih karena dinilai dapat diterima oleh generasi muda masa kini. Momentum Heroes Movement ala Kementerian Kominfo ini mendapat tanggapan positif dari berbagai kelangan generasi muda.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Merdeka Pasuruan, misalnya, melalui media sosialnya menuliskan bahwa yang melatarbelakangi tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan adalah peristiwa pertempuran hebat yang terjadi di Surabaya antara arek-arek Suroboyo dengan serdadu NICA (Netherland-Indische Civid Administration) yang diboncengi Belanda.

Mantan pimpinan tertinggi gerakan Pemuda Republik Indonesia (PRI) Sumarsono yang juga ikut ambil bagian dalam peperangan pada saat itu mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Ditampilkan pula kutipan pernyataan Soekarno bahwa momentum peperangan di Surabaya tersebut menjadi legitimasi peran militer dalam perjuangan merebut kemerdekaan sehingga nilai kepahlawanan tersemat dalam sebuah perjuangan melawan agresi militer. Dan untuk memobilisasi kepahlawanan secara militeristik makanya 10 November dijadikan Hari Pahlawan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.

Peringatan Hari Pahlawan memang dapat menjadi momentum untuk mengajak seluruh elemen bangsa untuk memperkokoh semangat persatuan, kesatuan dan persaudaraan dalam membangun negeri.

Memperkokoh persatuan dan kesatuan itu juga bermakna tidak memberi ruang bagi mereka yang tidak suka melihat kondisi Indonesia yang guyub, aman, tenteram dan damai. Tidak memberi peluang bagi siapa pun yang berusaha memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara apapun, apalagi yang berusaha membenturkan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dengan berita "hoax" dan sebagainya.

Persatuan dan kesatuan bangsa adalah janji mengisi kemerdekaan yang harus ditunaikan. Janji mewujudkan sebuah republik yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Janji tersebut, hanya bisa terlaksana apabila seluruh elemen bangsa bersatu.

Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini jauh lebih kompleks dan multisektor dibanding masa sebelum kemerdekaan yang fokus pada berjuang meraih kemerdekaan dan melawan penjajahan. Tantangan bangsa saat ini tidak hanya di sektor ekonomi namun juga sosial, politik, budaya, energi, dan lain sebagainya.

Selayaknya tantangan tersebut dijawab dengan kesiapan sumber daya manusia Indonesia yang mumpuni dan berdaya saing. Dalam konteks kekinian menjadi pahlawan bukan lagi dalam arti berperang dan melawan penjajah tetapi dalam arti ikut mengatasi berbagai masalah bangsa.

Untuk itu, semangat dan nilai-nilai kepahlawanan harus bisa diimplementasikan dan didayagunakan. Melalui Horoes Movement dari Kementerian Kominfo ini menjadi terobosan strategis untuk memupuk nilai-nilai kepahlawanan dalam konteks kekinian. (S/An)

Budi Setiawanto
Previous Post Next Post

News Feed