Merespon Jejak Cyberbully Dunia Maya

Perundungan

Perundungan siber atau "cyberbully" (perundungan) menjadi kosa kata baru yang kian akrab di telinga dalam beberapa waktu terakhir. Satu hal yang kian memprihatinkan manakala rundung-merundung justru menjadi budaya warganet yang tidak semestinya diviralkan melalui dunia maya yang menjangkau publik lebih luas.

Terlebih ditengah makin banyaknya jumlah pengguna internet Indonesia maka bermunculan pula sebutan-sebutan termasuk preman dunia maya yang kerap kali meninggalkan jejak "cyberbully" diakun-akun mereka yang tak jarang pseudo.

Keberadaan sebagian dari mereka kerap meresahkan bahkan Pemerintah sendiri berupaya keras untuk membasmi aksi perundungan di dunia maya melalui berbagai langkah, termasuk melakukan program "filtering" atau penyaringan konten atau penapisan.

Sebab konten-konten negatif yang disebarkan oleh mereka lebih sering bisa menjadi "racun" yang merusak pemikiran generasi muda di Tanah Air, di satu sisi ada pihak-pihak yang dirugikan. Baca: Jasa Menghilangkan Berita Negatif di Google.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, misalnya, menganggarkan dana khusus hingga lebih dari Rp200 miliar untuk melakukan filtering konten negatif. Filtering tersebut tidak terkecuali bagi jejak konten negatif yang ditinggalkan oleh pelaku "cyberbully" di dunia maya.

Langkah pemerintah meski diterpa pro dan kontra sejatinya tidak berbeda dengan banyak negara lain yang telah lebih dulu memproteksi masyarakatnya dari serangan dampak buruk konten negatif internet. Bahkan Presiden Joko Widodo dalam banyak kesempatan selalu menegaskan khususnya kepada generasi muda untuk menggunakan internet terutama medsos (media sosial) untuk kepentingan yang positif.

Penjahat siber (cyber crime) umumnya mereka yang melakukan tindakan negatif di dunia maya tidak seluruhnya merupakan seseorang yang memiliki penguasaan IT tinggi, sedang-sedang saja bisa melakukan.

Sebagaimana kerap kali disebutkan bahwa seorang hacker (yang menguasai pengetahuan soal IT tinggi) melakukan "cyberbully" di dunia maya. Penjahat dunia maya lebih sering beraksi secara berkelompok dalam geng kecil dengan menggunakan pseudo akun atau akun palsu.

Mereka melakukan aksinya di berbagai ragam jejaring sosial, seperti Facebook, situs berita kecil (micro blog) Twitter, blog, hingga "website" atau laman gratisan seperti Blogger, WordPress, Kinja, Wix dan lain-lain.

Pendiri dan Pembina Gerakan Damai Indonesia Jappy M. Pellokila yang menggerakkan anggotanya melalui media sosial dan internet selama 10 tahun terakhir menemukan pola-pola khusus di internet terkait penjahat siber. Menurut dia, bisa saja, seorang penjahat dunia maya dalam kehidupan nyata juga adalah seorang penjahat dalam arti, kelakuan, dan perilaku hidup dan kehidupannya sama dengan para penjahat.

Jappy yang juga Ketua Komunitas Indonesia Hari Ini, sebuah komunitas diskusi virtual sejak 7 tahun lalu berpendapat penjahat di dunia siber tidak ubahnya sebagai teroris yang secara sederhana diartikan sebagai seseorang yang melakukan teror.

Mereka, kata Jappy, bisa datang atau dibentuk dari semua strata sosial dan tingkat pendidikan, serta dengan berbagai alasan. Alasan atau motivasi seseorang menjadi teroris, walau dirinya tak mengakui sebagai teroris, sangat beragam, misalnya, untuk alasan idiologis, agama, balas dendam, bahkan kelainan jiwa.

Karena alasan-alasan itulah, maka gerakan atau aksi-aksi mereka, para teroris itu pun beragam, seiring dengan tingkat dan latar pendidikan serta strata sosialnya. Dampak yang diakibatkan pun tidak main-main bahkan kerap kali melebihi dampak teror di dunia nyata.

Upaya pencegahan pemerintah melalui berbagai instansi terkait telah berupaya keras untuk mendeteksi dan menangkap para penjahat siber yang melakukan teror di dunia maya. Meski begitu, menurut Jappy M. Pellokila, upaya untuk mendeteksi dan menangkap teroris dunia maya perlu keterlibatan masyarakat, utamanya "nitizen" yang memiliki keterampilan IT.

Oleh sebab itu, menurut dia, sejak awal nitizen (warganet) harus memiliki kecintaan kuat terhadap adanya perdamaian, keamanan, dan kelangsungan bangsa dan negara.

Selanjutnya, nitizen perlu melakukan cek dan re-cek pada berbagai sumber berita, misalnya, melalui "search engine" sehingga tak langsung percaya pada opini, wacana, berita, orasi, narasi yang "tampak terinformasi benar," tapi sebetulnya merupakan hoaks dan propaganda teroris dunia maya.

Selanjutnya, nitizen harus berani melaporkan hasil temuan yang dicurigai asalnya dari teroris dunia maya. Masyarakat pun tak perlu khawatir atau takut sebab pemerintah telah memiliki perangkat dan langkah khusus untuk menindaklanjuti laporan masyarakat.

Dengan begitu, perundungan bahkan teroris di dunia maya pun dapat ditindak dengan lugas, tepat, dan cepat.

Beberapa hal lain yang juga bisa dilakukan untuk mencegah "cyberbullying" di antaranya dengan tidak memposting terlalu sering atau terlalu banyak. Sebab posting terlalu sering dan banyak bisa mengganggu orang lain. Oleh karena itu, unggahan terlalu sering dan banyak dapat memancing adanya cyberbullying.

Seseorang juga sebaiknya menghindari konten posting-an yang aneh. Apapun yang diunggah ke sosial media, pasti menimbulkan pro dan kontra. Terlebih ketika memposting sesuatu yang dianggap aneh dan mengundang bully alias perundungan, meskipun hanya bully di dalam hati. Oleh karena itu, pengguna sosial media, sebaiknya membatasi mengunggah konten yang mengganggu.

Masyarakat juga harus pintar-pintar memilih teman di sosial media. Akun media sosial tidak harus selalu terbuka untuk semua orang. Semakin banyaknya teman di media sosial, maka Anda harus siap-siap dengan banyaknya komentar yang datang.

Di samping itu, masyarakat juga sebaiknya tidak sembarang bercerita di sosial media. Masyarakat harus mampu membedakan hal yang lebih baik diceritakan pribadi atau di media sosial. Karena, perbedaan persepsi biasanya terjadi di media sosial. Masyarakat sendiri bisa melakukan proteksi diri dan keluarga, minimal dengan cara orangtua mengawasi dan membatasi anak-anaknya dalam bermedia sosial.

Beritahu konten yang positif dan buang atau tidak mengubris konten negatif. Minimal dengan proteksi diri dan keluarga ini bisa menjaga dari "kejahatan", "kepalsuan", "kebohongan" maupun "racun" dunia maya.

Chandra HN
Previous Post Next Post

News Feed