Analisis Jaringan Komunikasi Koruptor


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki dua resolusi besar yang ditargetkan terlaksana pada tahun 2018. KPK berencana menuntaskan dua kasus yang telah merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.

Kasus pertama adalah kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Kasus BLBI yang belum tuntas hingga sekarang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun. KPK baru menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung sebagai tersangka. Syafruddin diduga menyalahgunakan jabatannya ketika menjabat Ketua BPPN dengan menerbitkan SKL BLBI terhadap obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Pada kasus KTP-el, KPK baru menjerat enam orang, yakni dua mantan pejabat Kemdagri Irman dan Sugiharto, pengusaha rekanan Kemdagri, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto, dan politikus Golkar Markus Nari.

Irman dan Sugiharto telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Setya Novanto masih menjalani proses persidangan, sedangkan Anang Sugiana dan Markus Nari masih dalam penyidikan. Keenamnya diduga secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi proyek KTP-el yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Selain enam nama yang telah dijerat, terdapat sejumlah nama lain yang disebut terlibat korupsi proyek KTP-el yang menelan anggaran hingga sekitar Rp 5,8 triliun. Dalam surat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, tercantum sejumlah nama yang turut menikmati aliran korup dana KTP-el.

Fakta global membuktikan bahwa pada kasus korupsi, tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja, terdapat sekelompok atau beberapa kelompok yang terlibat membentuk jaringan komunikasi koruptor.

Jaringan komunikasi koruptor adalah saluran yang digunakan oleh koruptor untuk meneruskan pesan dari satu koruptor ke koruptor lain.

Jaringan komunikasi ini bisa dipandang sebagai struktur yang diciptakan oleh kelompok koruptor sebagai sarana komunikasi organisasi.

Dalam suatu jaringan, komunikasi yang dikembangkan kelompok koruptor biasanya unik dan variatif. Dari sejumlah pemberitaan di media massa, terungkap bahwa para koruptor menggunakan berbagai kode dan bahasa daerah ketika berkomunikasi dengan koruptor lain untuk melakukan korupsi sebagai kamuflase.

Kode Komunikasi Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), kode komunikasi dilakukan karena KPK makin mempersempit ruang mereka dalam menjalankan aksinya.

Kode komunikasi yang hanya dimengerti oleh lingkaran jaringan koruptor menunjukkan adanya hubungan saling mengunci atau "interlocking directorate" di antara para koruptor. Artinya, diperlukan studi jaringan komunikasi untuk meneropong keseluruhan jaringan para koruptor.

Studi jaringan komunikasi dapat diterapkan pada jaringan para koruptor. Jaringan komunikasi para koruptor menganalisis praktik jaringan komunikasi dalam hubungan-hubungan yang mengandung konflik kepentingan semacam korupsi.

Sejauh ini, kontribusi Indonesia belum ada dalam meneropong jaringan komunikasi para koruptor.

Analisis jaringan komunikasi para koruptor akan menunjukkan bahwa sejumlah latar belakang hubungan kedekatan telah menjadi dasar terbentuknya jaringan komunikasi koruptor untuk memuluskan berlangsungnya praktik-praktik korupsi. Kemungkinan sejumlah latar belakang kedekatan dalam jaringan komunikasi koruptor adalah hubungan keluarga, pertemanan, dan hubungan pekerjaan sebelumnya.

Sejumlah latar belakang tersebut didasari oleh pemahaman bahwa terdapat hubungan konflik kepentingan di dalam perbuatan korupsi. Konflik kepentingan tersebut dilatarbelakangi motif adanya saling ketergantungan pada sumber daya yang dibutuhkan. Artinya, telah terjadi transaksi komunikasi terhadap sumber daya atau proyek-proyek korup yang dimiliki.

Selanjutnya, analisis proses komunikasi dalam jaringan korupsi akan dapat mengungkap bentuk komunikasi tertutup yang diterapkan oleh jaringan koruptor. Komunikasi koruptor dikatakan tertutup karena ditandai dengan digunakannya kode-kode verbal yang hanya dipahami anggota kelompok jaringan koruptor.

Studi jaringan komunikasi pada lingkaran koruptor merupakan kajian penting karena dapat melihat pola jaringan komunikasi lingkaran koruptor yang terjadi dalam berbagai pengaturan atau "setting", seperti "the individual level", "the dyadic level", "the triad level", dan "the global level" (Monge dan Contractor, 2003: 57-61).

Pada "the individual level" atau bisa dinamakan dengan "the nodal" atau "actor level", menunjukkan sifat dari entitas jaringan. "The individual level" tersebut bisa berupa orang atau sekelompok orang yang memainkan peranan dalam suatu jaringan. "The individual level" bisa menjadi sumber informasi awal bagi KPK.

Selanjutnya, pada "the dyadic level" yang juga disebut sebagai "the link" atau "tie level", akan menunjukkan dua ikatan di antara titik dalam jaringan komunikasi koruptor. Sifat dari "the dyadic level" ini berkaitan dengan isu kebersamaan dan pertukaran.

Pada "the triad level", terjadi kombinasi dari aktor koruptor dalam jaringan. "The triad level" ini terjadi bila orang/aktor A berikatan dengan orang/aktor B, B berikatan dengan C, serta A berikatan dengan C.

Pada "the global level", akan menunjukkan adanya keseluruhan jaringan. Tipe ini memperlihatkan adanya kepadatan dari suatu jaringan dan juga tingkat sentralitas. Tingkat sentralitas tergantung pada kemampuan orang/aktor dalam mengalirkan pesan atau sebagai sumber informasi.

Relasi dalam Jaringan Relasi antara aktor dalam jaringan komunikasi koruptor harus dipahami dalam konteks relasional tertentu. Relasi antara koruptor A dan koruptor B, misalnya, hanya bisa dipahami apabila dikaitkan dengan relasi dengan koruptor C, atau dengan struktur jaringan lebih besar.

Dalam jarigan komunikasi koruptor, posisi seorang koruptor tidaklah independen. Namun, ditentukan oleh relasi dengan koruptor-koruptor lain dalam jaringan sosial. Untuk mengerti bagaimana posisi seorang koruptor atau relasinya dengan koruptor lain, bisa dilihat relasi koruptor tersebut sebagai aktor yang memiliki hubungan dengan aktor-aktor lain dalam jaringan.

Aktor dan relasi aktor pada analisis jaringan harus dilihat dalam perspektif struktural. Posisi aktor ditentukan oleh posisi aktor lain dalam struktur. Aktor bisa menempati posisi yang berbeda apabila berada dalam suatu struktur tertentu. Analisis jaringan bersifat struktural, mengaitkan aktor dengan aktor lain, aktor dengan kelompok, dan pada akhirnya aktor dengan sistem secara keseluruhan (Moge, 1987: 247-248).

Pada kasus korupsi KTP-el, misalnya. Posisi Setya Novanto sebagai mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar dan politikus Golkar Markus Nari berada pada "the dyadic level". Posisi keduanya menunjukkan ikatan dalam jaringan. Sifat dari "the dyadic level" ini berkaitan dengan isu kebersamaan dan pertukaran. Terlebih, keduanya pernah berada dalam afiliasi politik yang sama.

Mantan pejabat Kemdagri Irman dan Sugiharto serta pengusaha rekanan Kemdagri Andi Agustinus alias Andi Narogong dapat dikategorikan sebagai "the triad level". Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, "the triad level" ini terjadi bila orang/aktor A berikatan dengan orang/aktor B, B berikatan dengan C, serta A berikatan dengan C.

Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo bisa dianalisis dengan "the individual level". Dia bisa menjadi sumber informasi bagi KPK.

Dengan demikian, dari "individual level", "dyadic level", dan "triad level" kemungkinan besar akan dapat mengungkap "The global level" untuk menunjukkan adanya keseluruhan jaringan komunikasi korupsi KTP-el.

Berdasarkan pengelompokan jaringan tersebut, jika dianalisis, Setya Novanto berada pada "dyadic level" dan bukan merupakan aktor kunci. Artinya, Setya Novanto bisa saja untuk mengelabui pemberantas korupsi sehingga menemui jalan buntu dalam menungkap "the global level" dalam jaringan korupsi KTP-el.

Aktor kunci adalah aktor yang terlibat korupsi KTP-el dan bisa menjadi kunci untuk menunjukkan jaringan korupsi KTP-el secara keseluruhan.

Apabila bisa ditemukan aktor kunci sesungguhnya dalam jaringan komunikasi para koruptor tersebut, akan dapat mengungkapkan "the global level" atau keseluruhan jaringan korupsi KTP-el. Pasalnya, aktor kunci akan menghubungkan dengan sistem jaringan korupsi KTP-el secara keseluruhan.

Anna Puji Lestari
Penulis adalah mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (Mikom) Universitas Diponegoro Semarang.
Previous Post Next Post

News Feed