Pemprov Jatim Bersahabat Dengan Teknologi


Surabaya, Tahun 2018 menjadi langkah awal Pemprov Jatim merangkul angkutan daring (online), dengan ditandai pemasangan stiker ke salah satu mobil sebagai bentuk angkutan berbasis teknologi itu sudah mendapatkan izin di wilayah Jawa Timur.

Pemasangan stiker ke mobil daring dilakukan oleh Gubernur Jatim Soekarwo di Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (4/1), sekaligus menandai berakhirnya kisruh antara angkutan daring dan konvensional, dan awal kesepakatan kerukunan kedua belah pihak.

Langkah pemerintah provinsi yang memiliki 29 kabupaten dan 9 kota ini, perlu kiranya menjadi contoh pemegang kebijakan daerah lain untuk merangkul dan bersama-sama mulai menyehabati teknologi.

Sebelum kesepakatan, banyak cerita mewarnai hadirnya transportasi berbasis teknologi itu di Jawa Timur, mulai dari aksi mogok besar-besaran angkutan konvesional dengan "mengepung" Gedung Grahadi, hingga kabar kekerasan yang dialami sopir transportasi daring di beberapa lokasi.

Cerita dan kisah itu muncul menjadi bagian dari dinamika masyarakat menanggapi hadirnya kemajuan teknologi daring yang mampu membuat perubahan dan multiplayer efek langsung di tataran sosial masyarakat.

Muliaman Hadad, salah satu pengamat ekonomi di Indonesia mengakui munculnya teknologi yang masuk pada tatanan ekonomi berkontribusi besar terhadap perubahan aktivitas masyarakat, bahkan pengaruhnya sangat signifikan. Muliaman yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini mengatakan beberapa dampak akibat munculnya ekonomi berbasis teknologi digital memang terasa nyata, namun masih perlu dikaji terus dengan melihat beberapa fenomena kisah dan cerita yang ada. Meski demikian, yang jelas saat ini, kata dia, teknologi telah menjadi "sopir", dan memungkinkan terjadinya otomasi sistem di semua aspek, baik ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.

"Saat ini ekonomi yang berbasis teknologi bisa memberikan dampak langsung ke indeks harga konsumen. Tekanan harga menjadi meningkat, tapi rendahnya biaya distribusi akan mengompensasi tekanan tersebut," kata dia, usai mengikuti Seminar ISEI di Surabaya.

Muliaman mengatakan, meski telah memberikan efek siginifikan, namun masih perlu ada transisi yang cukup panjang, dan ditentukan bagaimana masyarakat merespons, dan perlu didukung dengan kebijakan publik, untuk mengantisipasi maupun mempersiapkannya.

Hadirnya "Fintech" "Financial technology" (Fintech) atau biasa disebut perbankan digital kini juga telah menjamur di Indonesia, namun demikian pemegang kebijakan dalam hal ini Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih terus mencarikan formula aturan yang sesuai dengan teknologi tersebut.

Diyakini, para pemegang kebijakan di dunia perbankan sadar bahwa hadirnya perbankan berbasis daring tersebut sudah tidak bisa dibendung lagi. Sehingga mereka (para pemegang kebijakan perbankan) harus segera membuat aturan agar tidak terjadi gesekan antara perbankan konvensional dengan daring, seperti awal kemunculan transportasi daring.

Tentunya, imbas hadirnya fintech yang paling dirasakan adalah oleh perbankan di sektor menengah ke bawah, yakni bank perkreditan rakyat (BPR).

Karena masyarakat di sektor itu akan sangat terbantu dan bisa beralih dari BPR ke fintech, hal ini disebabkan mudahnya pemberian pinjaman tanpa adanya jaminan tertentu yang berbelit-belit, seperti halnya BPR.

CEO Tunaiku, atau salah satu perusahaan berbasis fintech, Vishal Tulsian mengakui model pendanaan secara fintech kini tumbuh menjadi idola di kalangan masyarakat, baik urban maupun sub-urban.

Dengan adanya teknologi digital perbankan saat ini, beberapa langkah yang menjadi tahapan pendanaan secara konvensional dapat tereliminasi oleh langkah praktis secara fintech. Dalam siaran pers ia menyebutkan, lewat fintech masyarakat akan terbantukan oleh langkah efisien karena pemanfaatan teknologi baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Bahkan, kata dia, jumlah nasabah Perusahaan Tunaiku terus meningkat, yakni pada awal 2017 jumlahnya 33.000 nasabah, kini telah meningkat ke 43.000 peminjam.

Menyadari hal itu, Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Jawa Timur Sujatno mengakui kemunculan fintech saat ini sudah sangat luar biasa, dan tidak akan bisa dilawan.

Oleh karena itu, kata dia, Perbarindo yang dalam hal ini yang menaungi seluruh BPR berencana menjalin kerja sama untuk mengisi kekosongan teknologi yang selama ini tidak dimiliki BPR.

"Kami sangat siap menggandeng fintech yang kini sedang berkembang pesat dengan kerja sama bidang penyaluran kredit, karena layanan keuangan daring ini menuntut industri perbankan lebih aktif, agar BPR tidak jauh tertinggal," katanya.

Untuk itu, kata dia, Perbarindo berencana menjalankan beberapa program secara bersama, seperti penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan juga pembayaran.

"Kerja sama ini adalah bagian dari keingian BPR untuk bersahabat dengan teknologi, dan segera direalisasikan karena sampai saat ini masih dalam tahap penjajakan," katanya.

Sujatno menyebutkan total jumlah BPR di Jatim mencapai 312 perusahaan atau sekitar 20 persen dari total BPR secara nasional yang mencapai 1.788 perusahaan dengan jumlah rekening mencapai 2 juta rekening. Dari jumlah itu, total dana yang terhimpun telah mencapai Rp88 triliun dengan nilai yang dijaminkan mencapai Rp82 triliun.

Hal yang sama dikatakan Ketua Umum Perbarindo, Joko Suyanto saat berada di Surabaya beberapa waktu lalu. Ia mengakui, upaya kerja sama BPR dengan fintech bertujuan untuk menjawab tantangan terkait munculkan perbankan digital tersebut.

"Keberadaan fintech di Indonesia sudah tidak bisa dipungkiri, karena sudah menjadi tren dunia dan semuanya akan mengarah ke situ," kata Joko, usai penandatangan kerja sama dengan Ditjen Dukcapil di Surabaya.

Oleh karena itu, kata dia, Perbarindo akan terus melakukan inovasi, yakni selain bekerja sama dengan keberadaan fintech, juga dengan direktorat jendral kependudukan untuk mengumpulkan data. (A Malik Ibrahim)
Previous Post Next Post

News Feed