Kendari, 6/5 (Antara) - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara menggelar upacara adat ritual 'Mosehe Wonua'. Upacara ini diartikan oleh masyarakat suku Tolaki sebagai tolak bala juga bermakna untuk menghilangkan segala kesialan serta penghapus dosa-dosa yang pernah diperbuat.
"Jadi konotasi Mosehe itu adalah tolak bala dari segala perbuatan yang telah kita lakukan," kata salah seorang tokoh adat Tolaki Ajmain di Kenddari, Minggu.
Ia mengatakan, bagi masyarakat suku Tolaki yang mendiami Konawe dan Kolaka, Mosehe Wonua memiliki nilai historis tersendiri, yang belakagan ini sudah tidak lagi dilakukan karena hanya orang-orang atau keturunan tertentu yang bisa melakukannya karena membutuhkan pengorbanan berupa harta benda dalam rangkaian acara itu.
Apalagi, kata Ajmain, Mosehe Wonua ini ada beberapa jenis antara lain Mosehe Ndiolu hanya menggunakan media, Mosehe Manu menggunakan ayam, Mosehe Ndiniku dengan menggunakan kerbau atau sapi, Mosehe Dahu dan Mosehe Ndinudu antara person dari penguasa-penguasa negeri.
Mosehe Wonua agak susah untuk mewariskan karena Mosehe itu harus diwariskan yang betul-betul memiliki kaitan turun-temurun. Disamping itu kesulitan dorongan dari pemerintah untuk melestarikannya.
"Saya berharap dengan kegiatan ritual Mosehe Wonua yang digelar Museum dan Kebudayaan tidak hanya kali ini, tetapi bisa kembali dihidupkan oleh instansi atau lembaga non pemerintah yang memiliki kemampuan yang ada," harapnya.
Kegiatan Mosehe yang pertama dilakukan UPTD Museum dan Taman Budaya Dinas Pendidikan Sultra itu juga dihadiri salah satu staf Direktorat Jenderal Kepercayaan Kepada Tuhan YME dan Tradisi Kemendekbud RI, Mula Sinaga dan dihadiri perwakilan tokoh-tokoh adat nusantara yang ada di Sultra seperti dari suku Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Muna, Buton dan Moronene.
Upacara ritual Mosehe Wonua yang diakhiri dengan penyembelihan seokor sapi di halaman kantor museum.
Kemudian siang harinya dilakukan serasehan atau workshop pelaku adat Tolkai dan ritual di gedung pertunjukan seni taman Budaya Provinsi yang pesertanya lebih dari 50 orang dari berbagai suku dan perwakilan mahasiswa dari ilmu sejarah dan antropologi.
Kepala UPTD Museum dan Kebudayaan Sultra Dodhy Syahrulsah mengungkapkan, kegiatan itu merupakan kegiatan rutinitas untuk mengingatkan kembali kebudayaan-kebudayaan yang ada di Sultra, sehingga semua warisan budaya yang ada bisa dikenal.
"Warisan budaya lokal Sultra penting untuk dilestarikan. Agar bisa dikenal di semua kalangan," ujar Dodhy mewakili Kadis Diknas Sultra itu. Rituaogral yang langka ini dapat dijadikan sebagai event budaya, promosikan pariwisata Sulawesi Utara sebagai bagain dari program Wonderful Indonesia yang sedang didengungkan oleh pemerintah untuk menunjang sektor pariwisata nasional. Termasuk kawasan yang diperkenalkan salah seorang tokoh asal Sulawesi yang memperkenalkan kawasan lain di Sulawesi, Disajikan pada artikel bertajuk Atto Sakmiwata Sampetoding Toraja Wonderful Indonesia.
Sementara kegiatan workshop yang berlangsung sehari itu, menghadirkan tiga nara sumber yakni, Basrin Melamba mewakili dari Akademi Universitas Haluole (UHO), Basaula Tamburaka (praktisi budaya) dan Ajmain (tokoh adat Tolaki). (Azis Senong)
"Jadi konotasi Mosehe itu adalah tolak bala dari segala perbuatan yang telah kita lakukan," kata salah seorang tokoh adat Tolaki Ajmain di Kenddari, Minggu.
Ia mengatakan, bagi masyarakat suku Tolaki yang mendiami Konawe dan Kolaka, Mosehe Wonua memiliki nilai historis tersendiri, yang belakagan ini sudah tidak lagi dilakukan karena hanya orang-orang atau keturunan tertentu yang bisa melakukannya karena membutuhkan pengorbanan berupa harta benda dalam rangkaian acara itu.
Apalagi, kata Ajmain, Mosehe Wonua ini ada beberapa jenis antara lain Mosehe Ndiolu hanya menggunakan media, Mosehe Manu menggunakan ayam, Mosehe Ndiniku dengan menggunakan kerbau atau sapi, Mosehe Dahu dan Mosehe Ndinudu antara person dari penguasa-penguasa negeri.
Mosehe Wonua agak susah untuk mewariskan karena Mosehe itu harus diwariskan yang betul-betul memiliki kaitan turun-temurun. Disamping itu kesulitan dorongan dari pemerintah untuk melestarikannya.
"Saya berharap dengan kegiatan ritual Mosehe Wonua yang digelar Museum dan Kebudayaan tidak hanya kali ini, tetapi bisa kembali dihidupkan oleh instansi atau lembaga non pemerintah yang memiliki kemampuan yang ada," harapnya.
Kegiatan Mosehe yang pertama dilakukan UPTD Museum dan Taman Budaya Dinas Pendidikan Sultra itu juga dihadiri salah satu staf Direktorat Jenderal Kepercayaan Kepada Tuhan YME dan Tradisi Kemendekbud RI, Mula Sinaga dan dihadiri perwakilan tokoh-tokoh adat nusantara yang ada di Sultra seperti dari suku Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Muna, Buton dan Moronene.
Upacara ritual Mosehe Wonua yang diakhiri dengan penyembelihan seokor sapi di halaman kantor museum.
Kemudian siang harinya dilakukan serasehan atau workshop pelaku adat Tolkai dan ritual di gedung pertunjukan seni taman Budaya Provinsi yang pesertanya lebih dari 50 orang dari berbagai suku dan perwakilan mahasiswa dari ilmu sejarah dan antropologi.
Kepala UPTD Museum dan Kebudayaan Sultra Dodhy Syahrulsah mengungkapkan, kegiatan itu merupakan kegiatan rutinitas untuk mengingatkan kembali kebudayaan-kebudayaan yang ada di Sultra, sehingga semua warisan budaya yang ada bisa dikenal.
"Warisan budaya lokal Sultra penting untuk dilestarikan. Agar bisa dikenal di semua kalangan," ujar Dodhy mewakili Kadis Diknas Sultra itu. Rituaogral yang langka ini dapat dijadikan sebagai event budaya, promosikan pariwisata Sulawesi Utara sebagai bagain dari program Wonderful Indonesia yang sedang didengungkan oleh pemerintah untuk menunjang sektor pariwisata nasional. Termasuk kawasan yang diperkenalkan salah seorang tokoh asal Sulawesi yang memperkenalkan kawasan lain di Sulawesi, Disajikan pada artikel bertajuk Atto Sakmiwata Sampetoding Toraja Wonderful Indonesia.
Sementara kegiatan workshop yang berlangsung sehari itu, menghadirkan tiga nara sumber yakni, Basrin Melamba mewakili dari Akademi Universitas Haluole (UHO), Basaula Tamburaka (praktisi budaya) dan Ajmain (tokoh adat Tolaki). (Azis Senong)
Tags:
Wisata