Sekitar 11 Juta Penduduk Tak Memilik eKTP Jelang Pemilu


Jakarta, 4/5 (Seotama) - Sekitar 11 juta penduduk terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada 27 Juni 2018 atau Pemilu Presiden dan Legislatif pada 17 April 2019 karena mereka belum melakukan perekaman data diri untuk membuat eKTP atau KTP elektronik.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Hadi Prabowo pada 2 Mei lalu menyebutkan saat ini telah 97 persen dari penduduk yang telah wajib memiliki KTP telah memiliki dan melakukan perekaman KTP elektronik sedangkan 11 juta penduduk belum merekam data diri.

Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk elektronik merupakan persyaratan bagi penduduk yang memiliki hak pilih untuk menggunakan haknya pada saat pemungutan suara pemilu. eKTP kepingan plastik berisi dokumen kependudukan dalam sistem keamanan/pengendalian administrasi elektronik berbasis data kependudukan nasional, sejak diprogramkan tahun 2009 hingga kini kerap menjadi berita utama.

Ya, soal KTP elektronik tidak hanya menjadi isu panas megakorupsi yang merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun dan menjerat sejumlah mantan petinggi Kemendagri, pengusaha, dan Ketua DPR RI Setya Novanto, tetapi juga menjadi persyaratan mutlak bagi pemilih memberikan suara dalam pemilu.

Kepemilikan eKTP bagi penduduk yang telah memenuhi persyaratan untuk memilikinya menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap pemilih untuk mencoblos pada pemilu tahun 2018 dan tahun 2019.

Pencoblosan kertas suara dalam pemilihan umum kepala daerah secara serentak akan berlangsung pada 27 Juni 2018 di 171 daerah, terdiri atas 17 provinsi untuk memilih gubernur/wakil gubernur, 39 kota untuk memilih wali kota/wakil wali kota, dan 115 kabupaten untuk memilih bupati/wakil bupati.

Sementara pencoblosan lima kertas suara oleh masing-masing pemilih dalam pemilihan umum untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, dijadwalkan berlangsung pada 17 April 2019.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memperkirakan jumlah pemilih untuk pilkada serentak tahun 2018 berjumlah sekitar 158 juta orang, sedangkan untuk Pemilu 2019 terdapat sekitar 197 juta orang. KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu itu masing-masing sebesar 78 persen.

Persoalan terkait KTP elektronik untuk pemilu adalah belum semua penduduk yang berhak memilih tersebut memiliki KTP elektronik sehingga bila sampai pada batas penyelenggaraan pemilu tersebut maka mereka berpotensi tidak bisa memberikan hak suaranya.

Untuk itulah, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri beserta seluruh jajarannya di dinas-dinas kependudukan dan catatan sipil seluruh provinsi dan kabupaten/kota sampai saat ini masih berusaha keras untuk melakukan pendataan, perekaman, dan pencetakan KTP elektronik bagi tiap penduduk yang telah berhak memilikinya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menargetkan 184 juta warga negara sudah memiliki KTP elektronik pada Januari 2018 dari data warga negara yang wajib memiliki KTP sebanyak 189.630.855 jiwa.

Pemerintah juga memastikan bahwa blanko isian bagi pembuatan eKTP itu telah tersedia dalam jumlah mencukupi. Untuk memastikan kecukupan blanko tersebut, Kemendagri pada 14 November lalu telah menandatangani kontrak kerja sama pengadaan blanko KTP elektronik dengan sejumlah perusahaan penyedia melalui sistem katalog elektronik (e-catalog) sektoral memudahkan pengadaan serta lebih murah.
art
Segera Pemerintah tak bosan mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk segera melakukan pendataan dan perekaman data untuk proses pembuatan KTP elektronik di instansi terdekat.

Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah, misalnya, sedang berupaya keras agar seluruh penduduk yang telah wajib memiliki KTP tetapi belum memiliki KTP, segera merekam data.

Jumlah penduduk wajib KTP dalam 15 kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, saat ini sebanyak 200.584 jiwa, dan penduduk yang sudah melakukan perekaman data sebanyak 173.675 jiwa, serta sisanya sebanyak 26.909 belum merekam data.

Pemerintah Kota Tidore bahkan sampai menggelar operasi yustisi untuk memastikan penduduknya yang telah memiliki KTP dan mana yang belum.

Sementara di daerah-daerah lain yang saat ini sedang berlangsung kegiatan pencocokan dan penelitian data pemilih untuk keperluan pemilu juga mengecek kepemilikan Kartu Tanda Penduduk.

Sebagaimana disampaikan oleh Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakhrullah bahwa penduduk di kawasan Indonesia timur masih banyak yang belum melakukan perekaman data untuk membuat KTP elektronik.

Disebutkan bahwa penduduk di Pulau Papua baru sekitar 30-40 persen penduduknya yang melakukan perekaman data untuk membuat KTP elektronik.

Selain Papua dan Papua Barat, penduduk di Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur, juga masih banyak yang belum melakukan perekaman eKTP.

Penduduk di kawasan Indonesia bagian timur masih banyak yang melakukan perekaman data untuk membuat KTP elektronik antara lain karena letak geografis tempat tinggal penduduk di kepulauan yang harus menyeberangi lautan atau di pegunungan sehingga terkendala ketika akan melakukan rekam data. Selain itu juga karena dipengaruhi faktor budaya lokal yang masih beranggapan bahwa mengurus administrasi kependudukaan merupakan sesuatu hal yang kurang penting.

Koneksi jaringan internet dan ketersediaan listrik yang kerap hidup dan mati (byar pet) juga masih menjadi kendala dalam kelancaran untuk merekam data pembuatan KTP elektronik.

Sementara untuk penduduk di Pulau Jawa masih ada penduduk yang belum melakukan perekaman KTP elektronik.

Di Jateng, misalnya, sekitar 300 ribu warganya belum melakukan rekam data KTP elektronik menjelang pelaksanaan Pilkada, kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kependudukan Pencatatan Sipil Jateng Sudaryanto.

Penjabat Sementara Bupati Temanggung ini mengatakan di Jawa Tengah ada 35 juta warga dan yang wajib rekam data KTP elektronik hampir 27 juta.

Untuk mempermudah warga negara dalam melakukan pendataan, perekaman, dan pencetakan dalam pembuatan KTP elektronik, Ditjen Dukcapil Kemendagri per 1 April 2016 telah memberlakukan kebijakan bahwa untuk keperluan itu bisa dilakukan di luar wilayah domisili warga. Warga bisa membawa KTP lama ke kantor kelurahan, kecamatan, atau dinas dukcapil terdekat, jadi tak usah repot harus melakukan perekaman atau percetakan KTP elektronik di kampung halamannya.

Selain memberikan data-data kependudukan, warga langsung masuk ruang sesi pemotretan, rekam sidik jari masing-masing tangan, rekam iris mata, dan tanda tangan elektronik. Untuk pencetakan KTP elektronik juga bisa dilakukan di tempat-tempat umum. Sejumlah gerai atau anjungan untuk mempermudah warga melakukan perekaman KTP elektronik juga terdapat di berbagai daerah.

Kemudahan lain yang diberikan oleh pemerintah adalah menyediakan loket khusus bagi KTP elektronik milik warga yang hilang atau rusak untuk digantikan dengan KTP elektronik yang baru. Selain mempermudah pembuatan dan perbaikan KTP elektronik, proses pengurusan surat pindah tempat tinggal pun sudah tidak repot lagi. Cukup hanya dengan menyertakan Surat Keterangan Pindah (SKP WNI).

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum melakukan sinkronisasi data penduduk yang belum memiliki KTP selektronik agar mudah melakukan pendataan.

Hal itu agar dapat dengan mudah dilakukan pendataan agar sebelum 27 Juni 2018 yaitu hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2018, seluruh masyarakat dapat memiliki identitas kependudukan. Bambang mendorong Kementerian Dalam Negeri memberikan kemudahan akses kepada masyarakat yang akan melakukan perekaman KTP elektronik agar prosesnya selesai sebelum pelaksanaan Pilkada 2018.

Dia juga mengimbau masyarakat di seluruh Indonesia segera melakukan perekaman eKTP agar masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya.

Sikap proaktif dari masyarakat dan kemudahan jajaran pemerintahan hingga di tingkat kelurahan/desa dalam mempercepat perekaman KTP elektronik ini menjadi kunci keberhasilan mengatasi persoalan ini.
Previous Post Next Post

News Feed