Cashless Hemat Biaya Pembuatan Uang Kartal


Jakarta (SEOTAMA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengungkapkan bahwa metode pembayaran non-tunai atau "cashless" bisa menghemat biaya pembuatan uang kartal atau kertas yang cukup membebani anggaran biaya negara.

"Kalau kita bisa menggunakan transaksi non-tunai atau cashless, terjadi penghematan bagi Indonesia cukup besar. Untuk membeli (mengimpor) kertas uang dari luar negeri, di mana kita selama ini memesan dari Prancis atau Jerman, itu menghabiskan biaya triliunan rupiah," kata Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 26/03 di Jakarta.

Bambang menjelaskan bahwa selain mengimpor kertas uang, negara juga membeli teknologi sistem pengaman uang dari luar negeri terkait pembuatan uang kertas.

"Jadi setiap lembar uang kertas yang saudara-saudara pegang, ada harga (pembuatannya), bahkan kadang harganya lebih mahal dari nilai mata uangnya namun dari sisi keamanan canggih," ujar Ketua DPR tersebut.

Menurut Bamsoet, sebutan untuk beliau, kalau masyarakat mulai bergeser ke metode cashless, pemerintah bisa menghemat pengeluaran biaya untuk membuat uang kertas atau uang kartal.

Selain itu, Ketua Dewan Perwakiran Rakyat itu juga mengatakan, ingin mewujudkan metode cashless, di mana masyarakat hanya dengan menggunakan satu kartu bisa melakukan transaksi apapun.

"Saat ini kita sedang ingin mewujudkan transaksi non-tunai, sebagaimana yang sudah didahului oleh beberapa negara, nanti kita cukup punya satu kartu dan kita bisa bertransaksi apa saja," kata Bambang melanjutkan.

Sebelumnya Ketua DPR H. Bambang Soesatyo, S.E., MBA juga mengungkapkan bahwa pihaknya ingin transaksi online yang terjadi di Indonesia dikenai pajak demi menambah penerimaan negara.

Proses tersebut juga sering melibatkan pihak ketiga, segeman usaha para konsultan bisnis dan pajak, dengan keahlian yang dimiliki, membantu wajib pajak dalam proses taat pajak.

Artikel menarik lainnya berhubungan dengan pajak, dapat juga dibaca pada posting berjudul Potensi Penerimaan Pajak YouTuber Harus Digali, peluang penerimaan pajak bagi negara dari YouTuber menurut Aviliani, ekonom lembaga Indef. Termasuk dari Selebgram dan Buzzer berpenghasilan besar, menurut Charlie M. Sianipar.

Menurut Bambang, Indonesia telah membiarkan triliunan rupiah dari transaksi-transaksi bisnis online, sebagian besar dibawa ke luar negeri tanpa negara bisa menarik pajaknya.

Dia juga menambahkan bahwa hal tersebut menjadi perhatian DPR untuk membuat regulasi yang lebih terukur untuk menarik pajak dari berbagai transaksi online di Indonesia. (Antara-KR-AJI)
Previous Post Next Post

News Feed