Kolaborasi Online Jasa Perhotelan

Kolaborasi Online

Jakarta, 30/11 (Seotama) - Fisikawan terpandang asal Inggris, Stephen Hawking, pernah mengatakan bahwa semua orang sekarang terhubung dengan internet sebagaimana halnya neuron dalam sebuah otak raksasa.

Tidak dapat disangkal bahwa internet telah memasuki, bahkan sampai tataran "mengganggu", banyak warga pada era globalisasi saat ini, baik yang tinggal di kawasan perkotaan maupun daerah pedesaan di berbagai pelosok dunia. Oleh karena itu, tidak heran pula bila banyak pengusaha di beragam sektor perekonomian ingin mengambil bagian untuk memberdayakan inovasi daring tercanggih abad ke-20 itu yang berkembang sangat pesat.

Misalnya saja, fenomena sinergi yang dilakukan antara industri perhotelan dengan pelaku usaha di bidang online dan internet marketing yang terus meningkat.

Ketua Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza mengatakan penggunaan fasilitas internet kian digunakan dalam berbagai industri, seperti dalam industri keramahtamahan tempat penginapan dan sebagainya. Jamal mengemukakan hal tersebut antara lain karena telah terbukti bahwa kemajuan teknologi makin memudahkan kehidupan, tidak hanya untuk berbagi informasi, tetapi juga untuk beragam hal lainnya.

Ketua APJII itu mengemukakan kini industri perhotelan mulai akrab dengan internet yang memudahkan proses kerja para pekerjanya dan proses mendapatkan pelanggan. Menurut dia, ada sekitar 1,5 miliar perangkat yang terhubung pada 2017. Jumlah tersebut bakal meningkat hingga menembus angka 20 miliar perangkat pada tahun 2020. Jamal berpendapat bahwa peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia harus menjadi peluang dalam mengembangkan industri perhotelan.

Seratus persen Ketua Umum Jakarta Hotel Association (JHA) Alexander Nayoan mengatakan bahwa jumlah orang yang melakukan "booking" atau mereservasi kamar hotel melalui jaringan internet saat ini telah mencapai lebih dari enam puluh lima persen melalui kolaborasi jasa perhotelan yang dapat diandalkan dan diperkirakan terus meningkat pesat hingga 100 persen pada masa mendatang.

Saat ini, makin banyak pengelola hotel yang kian mengandalkan pemesanan kamar untuk para tamu melalui internet. Begitu pula dengan industri dunia perhotelan, di mana mereka juga sekarang banyak yang "memaksa" orang melakukan reservasi melalui internet.

Hal itu, ujar dia, sebenarnya menguntungkan karena akan menghemat biaya operasional hotel, sehingga hotel operator bisa memfokuskan layanan keramahtamahannya. Bahkan, pada saat ini ada hotel-hotel yang ditemukan ternyata mengandalkan seluruhnya kepada "internet booking", terutama hotel kecil.

Di luar negeri, saat ini melalui kecanggihan teknologi pemesanan kamar bisa terkoneksi dengan jasa layanan publik, misalnya untuk beragam jasa moda transportasi, seperti pesawat dan bis.

Sementara itu, Ketua Umum Hotel Information Technology Association (HITA) Albertus GP memperkirakan industri perhotelan akan makin banyak menggunakan jasa layanan "big data" yang bisa membaca perilaku konsumen melalui penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari.

Albertus juga optimistis bahwa penggunaan internet untuk industri terkait tersebut sudah bisa dipastikan akan makin besar.

Hal tersebut, juga mencontohkan seperti konsep "smart rooms", yang bisa menghubungkan sensor elektronik untuk fasilitas di hotel seperti mesin pendingin ruangan AC dan lampu. Albertus berpendapat bahwa barangkali penggunaan IT dan internet bisa membuat pengeluaran makin efisien, akan tetapi pemilik hotel tentu perlu menambah investasinya.

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani di Jakarta menyatakan para pemilik dan operator hotel saat ini harus bisa beradaptasi dengan tuntutan dari "online travel agency" yang meminta komisi lebih tinggi dari "travel agency" konvensional.

Menurut Hariyadi Sukamdani komisi yang diminta kerap cukup tinggi, antara 15-30 persen.

Hariyadi yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu menyoroti dengan serius masalah perpajakan terkait Online Travel Agency" asing, terutama terkait Pajak Penghasilan Pasal 26 (Pph Pasal 26). Hariyadi juga mengatakan PHRI kini sedang meminta kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk meminta OTA (Online Travel Agency) asing membuat badan usaha tetap di Indonesia.

Fasilitasi Akses Kementerian Perindustrian mempermudah fasilitasi akses para pelaku industri kecil dan menengah untuk menjual produk mereka ke industri perhotelan dengan menggelar pameran "The Hotel Week Indonesia" 2017 di Jakarta, 23-25 November 2017. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengakui saat ini para pelaku IKM masih kesulitan menjangkau industri perhotelan karena masih maraknya barang impor asal China yang harganya miring.

Padahal, Kemenperin sudah menargetkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk industri perhotelan 100 persen, dengan demikian artinya hotel-hotel harus menggunakan produk IKM dalam negeri untuk suplai pengadaan. Dia mencontohkan pengadaan untuk beragam mebel hotel yang semuanya harus produk Indonesia, sedangkan saat ini masih belum karena kerap diimpor dari beragam negara lain yang biayanya lebih murah.

Menurut Gati Wibawaningsih, hampir semua kebutuhan pasokan perhotelan bisa disediakan oleh IKM. Barang seperti kerajinan, mebel, desain interior, hingga barang pajangan telah banyak diproduksi IKM. Selain itu, barang-barang keperluan hotel, seperti handuk, sandal, hingga cangkir dan gelas juga bisa diambil dari IKM. Untuk itu, Gati menegaskan perlunya kerja sama antara pelaku IKM dengan asosiasi industri perhotelan, seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

Ia berpendapat bahwa hal terpenting adalah semua kepala daerah harus mengeluarkan peraturan daerah yang mengharuskan hotel di daerahnya untuk menggunakan produksi dalam negeri.

Kepala daerah, lanjut dia, juga perlu mendorong pengusaha untuk menyediakan area toko produk IKM di hotelnya untuk pusat penjualan oleh-oleh. Sebagai jaminan, Gati menegaskan Kemenperin tetap menjaga mutu dan standard produk IKM melalui program bisnis e-smart. Saat ini Kemenperin telah membina sebanyak 1650 IKM yang telah dihimpun dalam sebuah basis data.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian telah menggulirkan program e-smart IKM untuk meningkatkan pengembangan kapasitas sektor yang mendominasi populasi industri di Indonesia tersebut. Program kolaborasi online dinilai akan memanfaatkan platform digital marketing melalui kerja sama dengan perusahaan "start-up" (rintisan) di Indonesia.

Dengan makin melesatnya penggunaan inovasi digital dalam aktivitas sektor perekonomian, tidak mengherankan bila pendiri perusahaan perangkat lunak raksasa Microsoft, Bill Gates, menyatakan bahwa internet menjadi semacam "town square" (alun-alun kota) dalam desa global masa depan. (S/An - Muhammad Razi Rahman)
Previous Post Next Post

News Feed