Ekonomi Digital Wujudkan Kemandirian Nasional

Ekonomi Digital

Jakarta, 17/2 (Seotama) - Tahukah Anda istilah "Third Wave Economy" (Ekonomi Gelombang Ketiga)? Menurut futurolog AS, Alvin Toffler, dalam "Third Wave" (1980), peradaban manusia dapat dibagi menjadi beberapa tahapan ekonomi.
  • Gelombang pertama adalah Era Neolitik, yang menandai perubahan dari cara hidup manusia yang awalnya nomaden (bangsa pengembara) sambil berburu dan mengumpulkan makanan untuk lebih stabil dalam menetap dalam suatu daerah dengan cara bertani, beternak, atau bercocok tanam.
  • Gelombang kedua adalah Era Industri, yang dimulai di Eropa dengan adanya Revolusi Industri dengan adanya penemuan mesin uap yang memudahkan otomatisasi.

Salah satu ciri khas dari Era Industri ini adalah konsep industri massal dari berbagai perusahaan besar, bahkan multinasional, yang membuat pabrik-pabrik di berbagai negara di dunia.
  • Era ketiga adalah Era Pascaindustri, atau yang dapat pula disebut Era Informasi, ditandai dengan ekonomi yang lebih berbasis kepada jasa penyebaran informasi dibandingkan dengan manufaktur-industri.

Apalagi, dengan munculnya internet. Maka, suka atau tidak suka, pada globalisasi saat ini, teknologi digital telah meresap masuk ke berbagai "sumsum" peradaban manusia saat ini sehingga melesatlah ekonomi digital.

Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengingatkan bahwa perekonomian nasional makin mengandalkan sektor digital, yang ditandai dengan meningkatnya kontribusi pasar digital terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Peneliti CIPS Novani Karina Saputri di Jakarta, Rabu (14-2-2018) mengingatkan tingginya potensi sektor ekonomi digital di Indonesia ini juga didukung dengan terjangkaunya biaya internet dan penjualan yang terjadi di Indonesia dengan aktivitas penggunaan internet yang tinggi.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016, kontribusi pasar digital terhadap PDB Indonesia adalah 3,61 persen. Jumlah ini kembali meningkat menjadi 4 persen pada tahun 2017. Jumlah ini diperkirakan akan mengalami penaikan pada tahun 2018 sebesar 8 s.d. 10 persen.

Menurut Novani, proyeksi ini didasarkan pada beberapa hal, salah satunya adalah data Bank Indonesia yang menjelaskan bahwa nilai transaksi e-commerce di Indonesia yang terus meningkat dalam 4 tahun terakhir.

Kenaikan nilai transaksi ini juga diikuti adanya peningkatan nilai transaksi pangsa "e-commerce" terhadap ritel yang juga terus merangkak naik dengan proyeksi 3,1 persen pada tahun 2017. Upaya pemerintah dalam meningkatkan digital ekonomi juga tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi XIV. Pemerintah ingin menempatkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.

Pendanaan Kurang 
Salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku bisnis ekonomi digital, menurut Novani, adalah pendanaan yang kurang. Selain itu, terkait kesiapan Indonesia terhadap ekonomi digital, dia menekankan masih perlunya perbaikan dan peningkatan di beberapa hal.

Menurut data Kepios 2017 dan McKinsey 2016, penetrasi dan kualitas jaringan internet di Indonesia masih tergolong tertinggal jika dibandingkan dengan negara lainnya. Penetrasi Internet di Indonesia hanya mencapai sekitar 50 persen dengan kecepatan rata-rata (mbps) sekitar 3,9 persen.

Selain kualitas jaringan untuk mendukung iklim bisnis digital, lanjut dia, yang tidak kalah pentingnya juga adalah perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas SDM yang merupakan pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur fisik ekonomi digital harus dibarengi dengan "soft infrastructure" berupa pengembangan kapasitas SDM dan dukungan regulasi apabila Indonesia ingin mencapai target menjadi negara raksasa digital pada tahun 2020.

Menko Perekonomian Darmin dalam seminar "Mendorong Terciptanya Inklusi Keuangan Melalui Pemanfaatan Sistem Digital" di Jakarta, Rabu (14-2-2018), mengatakan bahwa inisiasi pengembangan "soft infrastructure" telah mulai dengan dua program besar.
  • Pertama, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Peraturan ini dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan perbankan.
  • Kedua, program bantuan sosial sekarang ini telah dilakukan secara nontunai. Mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Program Indonesia Sehat (PIS), bahkan beras untuk keluarga prasejahtera (rastra).

Ke depannya, Pemerintah akan menyusun regulasi yang tidak mengekang industri ekonomi digital, tetapi tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya untuk mengoptimalkan peranan sektor ekonomi digital khususnya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan perdagangan, seperti yang dilakukan internet marketing agency untuk membantu mitra kerjanya.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2018 di Jakarta, Rabu (31-1-2018) mengatakan bahwa kehadiran ekonomi digital merupakan bagian dari Revolusi Industri 4.0 dan menjadi perhatian dunia karena telah membawa perubahan besar dalam pola perdagangan saat ini.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan bahwa era ekonomi digital saat ini akan membutuhkan transformasi di bidang industri dan ketenagakerjaan. Jika tidak siap menghadapi perubahan ke ekonomi digital, Hanif mengatakan bahwa perusahaan bisa berpotensi bangkrut dan tenaga kerja juga dapat mengalami syok budaya.

Rangkul UMKM Selain itu, berbagai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tersebar secara nasional harus bisa mengantisipasi peluang ekonomi digital (e-commerce) yang dinilai bakal bertambah besar ke depannya.

Anggota Komisi VI DPR RI Juliari Batubara mengatakan bahwa peluang UMKM pada ekonomi digital tentu harus diantisipasi dengan cara, antara lain, pelaku e-commerce yang sudah besar agar dapat didorong untuk merangkul UMKM. Menurut politikus PDIP itu, pengembangan atas kerja sama semacam itu dinilai bakal bisa menciptakan hasil yang lebih baik karena kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja dinilai lebih signifikan pada saat ini.

Ia mengingatkan adanya kajian menyebutkan kontribusi UMKM terhadap kemajuan ekonomi 5 tahun terakhir juga meningkat dari 57 persen menjadi lebih dari 60 persen, sedangkan perkembangan pengguna internet di negara-negara berkembang relatif cukup tinggi.

Sejumlah perusahaan, seperti Indosat Ooredoo, juga berhasil menyelesaikan proyek penataan ulang pita frekuensi radio 2.1 GHz sebagai upaya meningkatkan penetrasi "broadband" dan mendukung visi Ekonomi Digital Indonesia 2020.

Proses penataang ulang pita frekuensi radio 2.1 GHz pada hari Senin (12-2-2018), ini lebih cepat daripada jadwal yang ditargetkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tanggal 1 Maret 2018. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan bahwa pada masa serbateknologi digital seperti saat ini, sinergi antarperusahaan Indonesia amat penting dan diperkukan guna memperkuat perekonomian digital nasional.

Untuk itu, kata dia, industri nusantara juga harus bisa saling berkonsolidasi untuk memajukan ekonomi digital dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.

Menkominfo juga mengajak semua kalangan untuk mendorong ekonomi digital kuat di kawasan ASEAN apalagi pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti sekarang ini. (Muhammad Razi Rahman)
Previous Post Next Post

News Feed