Mengelola Laman Internal Bukan Sekedar Berbagi Konten


Oleh Dyah Sulistyorini

Sesungguhnya mengelola laman internal organisasi bukan sekadar berbagi (sharing) konten, baik teks maupun foto.

Kerap kali pengelola laman mereduksi hakekat pengelolaan pengetahuan bagi para anggota organisasi menjadi hanya sekadar banyak-banyakan "sharing" foto bareng direksi atau mencari divisi mana yang paling aktif memberikan "like" terhadap "postingan" tersebut.

Berbagi konten memang suatu keharusan dalam mengelola pengetahuan organisasi, namun konten yang seperti apa yang akan dibagi? Sudah seharusnya konten yang dibagi adalah konten yang terkait langsung dengan upaya peningkatan kinerja organisasi.

Karena memang sesungguhnya hakekat manajemen pengetahuan hadir untuk menjawab tantangan organisasi.

Pada tahap awal penerapan manajemen pengetahuan memang berguna untuk meminimalkan risiko, lalu meningkat fungsinya untuk meningkatkan efisiensi organisasi hingga penerapan lebih lanjut adalah untuk mendorong lahirnya inovasi.

Pada tahapan meminimalkan risiko maka perusahaan melakukan upaya identifikasi pengetahuan yang mereka miliki untuk mengatasi masalah sesuai konteksnya yakni masalah produksi, pemasaran, keuangan dan sebagainya.

Upaya-upaya itu berguna untuk menghindari kesalahan serupa dan menghindari pengetahuan ikut terbawa keluar bersama karyawan yang berhenti atau pensiun.

Di tengah skeptisme kenapa pengetahuan harus dikelola, maka berikut ini adalah langkah praktis untuk menjawab keraguan itu semua. Bahwa teori di atas kertas sangat layak untuk dieksekusi.

Bukankah proses pembelajaran organisasi dan pembelajaran individu sudah jelas panduannya dalam pedoman penilaian kinerja? Kalau di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ada alat ukur untuk mendiagnosa organisasi melalui Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU).

Dalam buku KPKU-BUMN tahun 2015 disebutkan bahwa yang disebut dengan pembelajaran adalah dilekatkan dengan cara perusahaan beroperasi.

Hal ini berarti bahwa pembelajaran adalah merupakan kegiatan rutin sehari-hari dan dipraktikkan pada tingkat individu, unit kerja dan perusahaan. Selain itu pembelajaran adalah hasil pemecahan masalah pada sumbernya (akar masalah).

Pembelajaran juga berarti difokuskan pada pembangunan dan berbagi pengetahuan di seluruh perusahaan. Selanjutnya pembelajaran digerakkan oleh peluang untuk menghasilkan perubahan yang signifikan dan bermakna serta melakukan inovasi.

Pembelajaran ada dua jenis yakni pembelajaran organisasi dan pembelajaran individu.

Untuk proses pembelajaran bagi organisasi, maka diarahkan untuk menghasilkan suatu peningkatan nilai bagi pelanggan melalui pembaharuan produk dan layanan. Selain itu, untuk pengembangan peluang bisnis baru.

Tidak sampai di situ bahwa pembelajaran organisasi diarahkan untuk pengembangan dan peningkatan proses-proses atau model bisnis baru.

Kemudian juga diarahkan untuk pengurangan kesalahan, kecacatan, limbah dan biaya yang terkait, juga untuk peningkatan kinerja daya tanggap dan siklus waktu.

Bahkan pembelajaran organisasi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas dalam penggunaan seluruh sumber daya serta meningkatkan kinerja perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya.

Seiring dengan pembelajaran organisasi ada pula proses pembelajaran individu dalam tubuh organisasi. Pembelajaran individu diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki ikatan tinggi dengan perusahaan, kepuasan dan loyalitas karyawan yang tinggi.

Selain itu juga agar terjalin pembelajaran lintas fungsi/lintas unit kerja di perusahaan.

Pembelajaran individu bertujuan agar terbangun pengetahuan sebagai aset berharga di perusahaan dan perbaikan lingkungan kerja untuk menghasilkan ide dan inovasi.

Ternyata masih banyak yang bersikap skeptis dan bahkan berfikir bahwa frasa manajemen pengetahuan sudah tidak seksi lagi.

Mungkin pemikiran tersebut datang dari perkembangan ilmu bidang human capital yang makin canggih.

Namun tetap bisa ditunjukkan bahwa pengelolaan pengetahuan di tahap awal mampu menjawab tantangan organisasi. Melalui pengetahuan yang dikelola dengan baik maka masalah-masalah produksi, pemasaran, keuangan dan sebagainya dapat diatasi.

Draft kebijakan pengelolaan pengetahuan dapat dimulai dari merapikan proses, sistem, teknologi, dan pelaku.

Memang harus ada mekanisme evaluasi kemudian juga harus ada laporan dan ada ahli yang melakukan review, sehingga pengetahuan yang dimiliki bersifat kredibel dan layak masuk dalam "Learning Management System".

Ambil contoh potret kecil untuk perusahaan bisnis media, dengan bidang yang ingin dirapikan adalah pelanggan. Maka bisa ditentukan objektifnya adalah fokus pelanggan potensial dan pelanggan yang telah eksis.

Selain itu juga bisa memberikan edukasi pelanggan berupa cara mambuat karya jurnalistik dasar dan memberikan pendidikan cara menangkal berita hoaks.

Semua bidang yang ingin dirapikan dirinci melalui sasaran yang ingin dituju, kemudian ditentukan mekanismenya, lalu apa saja fasilitas dan metode untuk mendukung proses tersebut.

Berikutnya adalah menentukan apa peran teknologi informasi meliputi jenis, bentuk, "tools" dan medianya.

Yang terakhir adalah siapa pelaku atau pemilik bisnis proses tersebut serta bagaimana ukurannya.

Berikut ini gambaran praktisnya. Misalnya sebuah perusahaan media yang ingin fokus pada customernya melalui edukasi cara membuat karya jurnalistik multimedia yang bagus.

Sasaran yang dituju misalnya netizen dan pelajar/mahasiswa.

Untuk netizen mekanismenya adalah membuat panduan ringkas jurnalistik dasar dalam format multimedia dan dibagikan kepada netizen. Bentuknya bisa beragam dapat dengan video tiga menit, infografis, teks, atau "voice" tiga menit.

Media yang digunakan dapat berupa media daring seperti media sosial, laman dan aplikasi, dapat juga dengan media radio.

Pemilik bisnis proses ini adalah Humas, atau Sekretariat Perusahaan yang ditelaah oleh wartawan tersertifikasi.

Ukuran dari aktivitas ini dapat beragam salah satunya adalah jumlah "feedback" dan frekuensi tayang.

Untuk edukasi customer dengan sasaran mahasiswa tentang bagaimana cara membuat karya jurnalistik multimedia yang bagus maka para ahli jurnalistik di perusahaan media tersebut dapat melakukan sharing kepada pelajar dengan medium tatap muka atau lainnya sesuai kebutuhan.

Untuk kasus bagaimana mengelola customer tentang bagaimana memberi edukasi menangkal berita hoaks maka sasaran dapat ditetapkan, apakah netizen atau pelajar/mahasiswa dan seterusnya.

Langkah-langkah tersebut harus dilanjutkan dan dirinci selain untuk customer juga untuk karyawan, untuk mitra kerja, pemasok dan lainnya.

Sesungguhnya masalah pengelolaan pengetahuan organisasi sudah ada panduannya, sudah banyak yang menerapkan bahkan sudah ada aturan yakni Permen PAN-RB No 14/2011.

Bahwa manajemen pengetahuan adalah upaya terstruktur dan sistematis dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi peningkatan kinerja organisasi. Lalu tunggu apa lagi?

*) Penulis adalah alumni Paramadina Graduate School of Communication, penulis buku "Komunikasi korporat & manajemen pengetahuan"

Previous Post Next Post

News Feed